78 Pegawai KPK Terlibat Pungli Dimaafkan: Adilkah?

Selasa, 23 Desember 2025 | 11:38:51 WIB

Oleh Zulkarnain Kadir Pengamat Hukum dan Pemerhati Birokrasi 

PERTANYAAN “adilkah?” sangat wajar muncul. Karena ketika 78 pegawai KPK terbukti melakukan pungutan liar (pungli) lalu dimaafkan atau hanya dijatuhi sanksi ringan, publik melihat ada kontradiksi besar antara ucapan dan tindakan lembaga antikorupsi itu sendiri. Secara moral dan rasa keadilan publik, ini jelas tidak adil.

KPK selama ini berdiri di garda terdepan menjerat kepala daerah, ASN, hingga rakyat kecil dengan dalih zero tolerance terhadap korupsi. Namun ketika pelanggaran terjadi di dalam tubuh KPK, pendekatannya berubah: pembinaan, permintaan maaf, dan sanksi administratif.

Di sinilah keadilan terasa timpang.
Jika seorang pegawai KPK melakukan pungli yang secara hukum masuk kategori tindak pidana korupsi , maka logika hukum menuntut proses pidana, bukan sekadar etik. Pemaafan internal tidak bisa menggugurkan hukum pidana. Kalau pelakunya ASN daerah, pasti ceritanya lain.

Dampaknya jauh lebih berbahaya:
Kepercayaan publik runtuh. Moral penegakan hukum melemah. OTT KPK kehilangan legitimasi etik. Publik tidak anti KPK. Justru sebaliknya, publik ingin KPK bersih tanpa kompromi. Karena KPK bukan lembaga biasa ia simbol harapan. Ketika simbol itu retak, yang rusak bukan hanya institusi, tapi kepercayaan rakyat terhadap hukum. Keadilan sejati tidak mengenal “orang dalam”.

Jika rakyat kecil salah, hukum ditegakkan. Jika pejabat daerah salah, diumumkan ke publik. Maka ketika pegawai KPK salah, standar yang sama harus berlaku. Kalau tidak, pertanyaan publik akan terus menggema: KPK mengadili korupsi, atau memilih siapa yang boleh dimaafkan? Harus nya pegawai kpk tsb hukuman nya lebih berat dari yg di lakukan masyarakat umum.**

Tags

Terkini